Adalah para salaf dulu mereka memiliki
keistimewaan dalam bermuamalah dengan ahlul bid’ah dengan sikap tegas
dan keras. Mereka menganggap sikap keras kepada ahlul bid’ah dan
pengekor hawa nafsu tersebut sebagai bagian bentuk kemuliaan dan pujian
yang dipuji seorang dengannya. Berapa banyak dari seorang imam sunnah
disebutkan dalam biografinya pujian: “adalah beliau dulu seorang yang
tegas(berpegang) kepada sunnah”. atau: “adalah beliau seorang keras
terhadap ahlul bid’ah”.
Faktor pendorong hal tersebut adalah
karena kecemburuan dan penjagaan terhadap agama ini,dan dalam rangka
nasehat kepada Allah, RasulNya, pemimpin kaum muslimin serta keumuman
manusia. Sebagaimana dikatakan Ibnul Jauzy tentang Al Imam Ahmad رحمه
الله:
“Adalah Al Imam Abu abdillah Ahmad bin
hanbal karena sangat teguhnya dengan sunnah dan kerasnya beliau melarang
kebid’ahan, sampai-sampai beliau pernah berbicara tentang sekelompok
orang-orang baik tatkala muncul dari mereka perkara yang menyelisihi
sunnah. Ucapan beliau ini di maksudkan sebagai nasehat dalam agama”.
Akan tetapi -Allahul Musta’aan- telah
terbalik timbangan dan telah berubah pemahaman seperti ini. Menjadilah
sifat lemah lembut dan bermuka manis kepada ahli bid’ah sesuatu yang
sangat dielukan, bahkan seolah menjadi perkara yang wajib lagi terpuji.
Sebaliknya sikap keras terhadap ahli bid’ah hanya menjadi ciri yang
menonjol pada orang-orang tertentu yang sangat sedikit, sedangkan
manusia pada zaman kita (sekarang) justru menganggapnya sebagai hal
aib.
Kalau seandainya para ulama dan penuntut
ilmu senantiasa bersegera mensikapi kebid’ahan dan pelakunya,dengan
mencela, tidak meresponnya dan membantahnya niscaya kebid’ahan tersebut
akan musnah sampai akarnya dan akan berhenti perkembangannya. Sehingga
akan tersisa negeri-negeri kita dalam keadaan bersih dan semarak dengan
sunnah.
Dari Kitab Ijma’ Al ’Ulama ’alal hajr wa at tahdzir ’ala ahlil ahwa’.
Alih bahasa: Abul ’Aliyah
Sumber: Ajurry.com
0 komentar:
Post a Comment