SYUBHAT KHOWARIJ (BAG:3)
Oleh:Al-Ustadz Abu Ibrohim Muhammad ‘Umar As-Suwed hafizahullah
Oleh:Al-Ustadz Abu Ibrohim Muhammad ‘Umar As-Suwed hafizahullah
Syubhat khawarij berikutnya adalah mereka menganggap kelompok atau organisasinya sebagai ‘al-Jama’ah’. Mereka menganggap pimpinan kelompoknya sebagai ‘imam’ yang harus dibaiat dan ditaati. Setelah itu mereka membawakan dalil-dalil dari hadits-hadits tentang wajibnya berpegang teguh dengan jama’ah, wajibnya taat kepada imam dan halalnya darah orang yang melepaskan diri dari baiat.
Sungguh ini adalah syubhat yang paling mengerikan dari kelompok khawarij. Dengan syubhat ini mereka mengikat anggotanya, hingga mereka seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Ketika ada sebagian dari mereka ingin keluar dari kelompoknya, ia diancam dengan hadits tentang bughat yaitu diperanginya orang yang keluar dari jama’ah. Ketika mereka ingin mengikuti al-haq -yang berarti harus menyelisihi amar (perintah-perintah) pimpinannya-, mereka diancam dengan hadits tentang orang yang menyelisihi baiat dan seterusnya.
Sepintas para anggota kelompok ini merasa yakin atas kebenaran dalil-dalil yang dibawakan oleh pimpinannya, karena hadits tersebut dikeluarkan dalam kitab-kitab shahih. Namun ternyata ada satu permasalahan yang menyebabkan hadits-hadits tersebut tidak tepat untuk diterapkan pada kelompok tersebut, yaitu yang berkaitan dengan makna jama’ah dan imamah.
Jama’ah yang dimaksud dalam hadits-hadits yang shahih adalah Daulah Islamiyah atau negara Islam. Dan yang dimaksud dengan imam adalah kepala negara. Seperti dalam hadits berikut:
مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةَ، وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ، ثُمَّ مَاتَ، مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Barang siapa yang keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari jamaah, kemudian mati, maka matinya merupakan mati jahiliyah. (HR. Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengancam bagi barangsiapa yang melepaskan diri dari ketaatan kepada penguasa dan melepaskan diri dari jama’ah -yakni memberontak-, maka jika dia mati, seperti matinya orang jahiliyah.
Yang lebih menjelaskan makna ini adalah hadits lain dalam riwayat lain yang menyebutnya dengan jelas bahwa mereka yang terancam adalah yang melepaskan diri dari penguasa sebuah negara. Sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا، فَمَاتَ عَلَيْهِ إِلاَّ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Barang siapa yang tidak suka dari penguasanya suatu perkara maka bersabarlah, karena tidaklah seorang keluar dari ketaatan pada penguasanya (memberontak) sejengkal saja, kemudian ia mati maka matinya mati jahiliyah. (HR. Bukhari)
Dari hadits-hadits di atas, yang dimaksud dengan imam adalah bukan pimpinan organisasi atau kelompok tertentu, baik mereka yang bergerak di bawah tanah (rahasia) atau yang terang-terangan. Tetapi yang dimaksud adalah para penguasa yang benar-benar memiliki kekuasaan di wilayahnya, sehingga dia bisa memerintah, melarang, mengatur dan menghukumi.
Adapun kelompok sirriyah (rahasia) yang bergerak di bawah tanah dan mengaku kelompoknya sebagai negara dalam negara, maka ini hanyalah penamaan tanpa kenyataan. Ia telah menipu diri sendiri dan menipu seluruh anggotanya, karena pada kenyataannya mereka tidak memiliki kekuasaan sedikitpun di wilayahnya. Bahkan, kalau mereka menghukumi sesuatu yang berbeda dengan keputusan penguasa yang sah, mereka justru akan ditangkap dan dipenjarakan. Ini adalah bukti bahwa pada kenyataannya mereka tidak memiliki kekuasaan sedikitpun. Dan juga pimpinannya tidak layak sama sekali disebut penguasa, sultan apalagi mau dikatakan sebagai imam yang harus di baiat.
Dengan demikian tidak tepat kalau hadits-hadits tentang jama’ah ditafsirkan pada organisasi mereka. Demikian pula tidak tepat kewajiban berbaiat diterapkan untuk pimpinan organisasi mereka. Inilah bentuk pengkaburan mereka dalam menipu kaum muslimin, khususnya para anggotanya agar tetap menjadi pion-pion yang dapat diperintah dan dilarang serta dipaksa untuk membayarkan shadaqah kepada kelompoknya.
Perlu diketahui bahwa shadaqah yang mereka paksakan itu tidak sesuai dengan ajaran sunnah yang mengharuskan adanya syarat-syarat yang menyebabkan seseorang terkena kewajiban zakat, yaitu nishab (batasan jumlah) dan haul (batasan waktu 12 bulan). Mereka memaksakan shadaqah 2,5 persen kepada seluruh anggotanya, berapa pun penghasilan yang diperoleh mereka dengann tidak menunggu haulnya. Setiap mereka mendapatkan gaji atau penghasilan setiap bulannya, mesti harus memberikan kepada kelompoknya. Dan -seperti biasa-nya-, selalu mereka sertai dengan ancaman-ancaman bagi yang tidak mau membayarkannya. Inilah salah satu efek jelek yang ditimbulkan dari baiat kepada orang yang tidak berhak dibaiat.
Efek jelek lainnya dari baiat kepada pimpinan kelompok tertentu adalah terjadinya fitnah yang dahsyat di antara kelompok-kelompok. Yang demikian karena jumlah kelompok yang mengharuskan berbaiat kepada pimpinannya sebagai imam sangat banyak. Hal itu berarti setiap kelompok menganggap kelompok lain yang tidak membaiat pimpinannya sebagai bughat dan halal darahnya untuk diperangi. Dengan demikian antara satu sama lainnya saling menganggap bughat, bahkan saling mengkafirkan.
Mereka membikin negara dalam negara atau mengangkat seorang imam yang dibaiat adalah karena menganggap tidak adanya imam dan penguasa yang sah. Ini merupakan syubhat berikutnya. Karena sesungguhnya penguasa yang sekarang berkuasa, memiliki kekuatan dan wilayah kekuasaan selama dia masih muslim, maka dia adalah penguasa yang sah dan diterapkan semua hadits-hadits tadi kepadanya. Seperti wajibnya taat pada yang ma’ruf, haramnya memberontak, dan ancaman-ancaman bagi orang yang keluar dari jama’ah dan penguasanya.
Hadits-hadits tersebut justru sebenarnya membantah mereka, -kelompok-kelompok sesat tadi- yang tidak mau mengakui keberadaan penguasa yang sah, tidak mau mentaatinya, bahkan memberontak dan menentang penguasa tersebut. Kalau mereka mati, maka niscaya matinya adalah mati jahiliyah. Adapun kedhaliman, korupsi, kolusi ataupun nepotisme yang dilakukan oleh mereka, tidaklah menggugurkan statusnya sebagai penguasa. Perhatikan hadits berikut:
أَلاَ مَنْ وَلَى عَلَيْهِ وَالٍ، فَرَآهُ يَأْتِيْ شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللهِ فَلْيَكْرَهُ الَّذِيْ يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللهِ، وَلاَ يَنْزِعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
Ketahuilah barangsiapa yang dipimpin oleh seorang pemimpin, kemudian dia melihatnya mendatangi suatu kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata’ala, maka hendaklah ia membenci kemaksiatannya, namun jangan mencabut tangannya dari ketaatan. (HR. Muslim, Ahmad dan Ad-darimi)
Bahkan sekalipun penguasa tersebut jahat, tidak mau mengikuti sunnah, hatinya seperti hati setan, memukul punggung-punggung dan merampas harta kita, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tetap memerintahkan untuk menaatinya dan tidak memberontak kepadanya:
يَكُوْنُوْا بَعْدِيْ أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُوْنَ بِهُدَايَ وَلاَ يَسْتَنُوْنَ بِسُنَّتِيْ، سَيَقُوْمُ فِيْهِمْ رِجَالٌ قُلُوْبُهُمْ قُلُوْبُ الشَّيَاطِيْنِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ. قَالَ قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: تَسْمَعُ وَتُطِيْعُ ِللأَمِيْرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
Akan terjadi setelahku penguasa-penguasa yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak bersunnah dengan sunnahku, akan muncul di tengah mereka para laki-laki yang hati-hati mereka adalah hati-hati setan dalam tubuh-tubuh manusia. Aku berkata: Apa yang aku perbuat jika aku mengalami keadaan itu? Beliau berkata: Dengar dan taat pada penguasa walaupun dipukul punggungmu dan dirampas hartamu! Dengarlah dan taatilah! (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian kami menasehatkan kepada seluruh kaum muslimin untuk berhati-hati dari fitnah khawarij dan untuk lebih mementingkan ilmu daripada emosi. Kalaupun kita benci kepada para penguasa karena kedhaliman-kedhaliman yang mereka lakukan, tetap kita tunduk kepada perintah Allah dan Rasul-Nya untuk tetap bersama jama’ah, tidak melepaskan atau memisahkan diri dari kaum muslimin dan penguasanya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk bersabar di atas ketaatan kepada Allah, Rasul-Nya kemudian kepada penguasanya dalam kebaikan.
Risalah Dakwah MANHAJ SALAF, Insya Allah terbit setiap hari Jum’at. Infaq Rp. 100,-/exp. Pesanan min. 50 exp bayar di muka. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiya’us Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06 RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab & Pimpinan Redaksi: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed; Sekretaris: Ahmad Fauzan; Sirkulasi: Arief, Agus Rudiyanto; Keuangan: Kusnendi. Pemesanan hubungi: Abu Rahmah HP. 081564634143
www.assalafy.org
0 komentar:
Post a Comment