Adzan Jum’at Menurut Asy-Syafi’i
Oleh : Alfaqir Abu Aqil Al-Atsary
Oleh : Alfaqir Abu Aqil Al-Atsary
Satu dari sekian banyak polemik yang terjadi dimasyarakat kita adalah masalah adzan jum’at. Apakah adzan untuk sholat jum’at itu satu kali atau dua kali.
Sebahagian kelompok yang mengaku bermadzhab Syafi’ie mengklaim bahwa adzan dua kali adalah sunnah dan ini termasuk perkara yang telah disepakati ulama madzhab kami. Namun sangat disayangkan bahwa klaim mereka tanpa ikuti upaya menilik atau mempelajari kembali bagaimana pendapat Imam Asy-Syafi’ie dalam perkara ini.
Adapun prakteknya yang terjadi sekarang adalah adzan pertama dikumandangkan sebelum khatib naik keatas mimbar kemudian setelah khatib naik keatas mimbar maka dikumandangkan adzan kedua. Apakah hal ini sesuai dengan pendapat Imam Asy-Syafi’ie ?
Nah, dengan kerendahan hati, kami mencoba mengutip perkataan Imam Asy-Syafi’ie tentang permasalahan ini yang kami petik langsung dari kitab beliau (Al-Umm).
Berikut petikan perkataan beliau :
[قَالَ الشَّافِعِيُّ]: وَأُحِبُّ أَنْ يَكُونَ الْأَذَانُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ حِينَ يَدْخُلُ الْإِمَامُ الْمَسْجِدَ وَيَجْلِسُ عَلَى مَوْضِعِهِ الَّذِي يَخْطُبُ عَلَيْهِ خَشَبٌ، أَوْ جَرِيدٌ أَوْ مِنْبَرٌ، أَوْ شَيْءٌ مَرْفُوعٌ لَهُ، أَوْ الْأَرْضُ فَإِذَا فَعَلَ أَخَذَ الْمُؤَذِّنُ فِي الْأَذَانِ فَإِذَا فَرَغَ قَامَ فَخَطَبَ لاَ يَزِيدُ عَلَيْهِ
Imam Asy-Syafi’ie berkata ; Dan aku sukai bahwa Adzan pada hari jum’at adalah ketika imam masuk kedalam masjid dan duduk diatas tempatnya yakni tempat ia hendak berkhutbah yang terbuat dari kayu. atau mimbar atau sesuatu yang dapat menjadikannya tinggi. Atau tanah. Maka apabila telah selesai (imam naik keatas mimbar) hendaklah Muadzin mengumandangkan adzan dan apabila selesai adzan tersebut hendaklah imam berkhutbah tanpa ada tambahan lain.
وَأُحِبُّ أَنْ يُؤَذِّنَ مُؤَذِّنٌ وَاحِدٌ إذَا كَانَ عَلَى الْمِنْبَرِ لاَ جَمَاعَةُ مُؤَذِّنِينَ أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ قَالَ: أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ: أَخْبَرَنِي الثِّقَةُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ أَنَّ الْأَذَانَ كَانَ أَوَّلُهُ لِلْجُمُعَةِ حِينَ يَجْلِسُ الْإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ فَلَمَّا كَانَتْ خِلاَفَةُ عُثْمَانَ وَكَثُرَ النَّاسُ أَمَرَ عُثْمَانَ بِأَذَانٍ ثَانٍ فَأُذِّنَ بِهِ فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
Kemudian berkata Asy-Syafi’ie melanjutkan ; Dan aku sukai bahwa muadzin mengumandangkan adzan seorang diri apabila ia (imam) telah diatas mimbar, dan tidak boleh mengumpulkan dua muadzin. Telah mengabarkan kepada kami Ar-Rabi’ ia berkata; Telah mengabarkan kepada kami Asy-Syafi’ie ia berkata; telah mengabarkan kepada kami secara tsiqoh (terpercaya) dari Az-Zuhri dari Saib bin Yazid bahwa Adzan pertama kali untuk jum’at adalah ketika imam telah duduk diatas mimbar, ini pada masa Rosululloh shallallohu ‘alaihi wasallam, dan Abu Bakar dan Umar, kemudian pada masa khalifah Utsman sedangkan saat itu manusia telah ramai (banyak) maka Utsman memerintahkan untuk mengadakan adzan kedua, maka terjadilah adzan (kedua) pada masa itu, dan menjadi tetaplah hal itu.
[قَالَ الشَّافِعِيُّ]: وَقَدْ كَانَ عَطَاءٌ يُنْكِرُ أَنْ يَكُونَ عُثْمَانُ أَحْدَثَهُ وَيَقُولُ أَحْدَثَهُ مُعَاوِيَةُ، وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ
Berkata Asy-Syafi’ie ; Dan sesungguhnya ‘Atha memungkiri (tidak menyetujui) perbuatan itu bahwa Utsman telah melakukan perbuatan muhdats (baru) akan tetapi ia (‘Atha) berkata bahwa Mu’awiyahlah yang melakukan perbuatan muhdats itu. Wallohu Ta’ala a’lam.
[قَالَ الشَّافِعِيُّ]: وَأَيُّهُمَا كَانَ فَالْأَمْرُ الَّذِي عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- أَحَبُّ إلَيَّ
Berkata Asy-Syafi’ie ; Dan manapun dari kedua hal itu (pada masa utsman atau muawiyah) maka Apa yang terjadi dimasa Rosululloh shallallohu’alaihi wasallam paling aku sukai.
[Kitab Al-Umm Juz I, kitab Sholat Bab Kewajiban Jumat]
Mungkin sampai disini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Imam Asy-Syafi’ie sendiri menganjurkan dan menyukai bahwa adzan untuk sholat jum’at itu dilakukan saat khatib telah berada diatas mimbar sebagaimana yang telah terjadi dan berjalan pada masa Rosululloh shallallohu ‘alaihi wasallam.
Dan telah nyata bahwa beliau (Imam Asy-Syafi’ie) paling tidak menyukai adzan jumat yang ada seperti sekarang ini (dua kali, yakni sebelum khatib naik ke mimbar dan setelah khatib naik ke atas mimbar).
Maka yang menjadi pertanyaan besar dibenak kita adalah, kepada siapakah orang-orang yang mengaku bermadzhab Syafi’ie itu mengikut ?
كل يدعى وصلا بليلى ### وليلى لا تقرلهم بذاك
Semua mengaku-ngaku punya hubungan dengan Laila
Namun Laila memungkiri pengakuan-pengakuan mereka tersebut
Namun Laila memungkiri pengakuan-pengakuan mereka tersebut
Adapun hadits yang disebutkan Imam Asy-Syafi’ie diatas juga disebutkan dalam shahih Bukhary, dengan lafadz ;
عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ كَانَ النِّدَاءُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوَّلُهُ إِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَكَثُرَ النَّاسُ زَادَ النِّدَاءَ الثَّالِثَ عَلَى الزَّوْرَاءِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ الزَّوْرَاءُ مَوْضِعٌ بِالسُّوقِ بِالْمَدِينَةِ
Saib bin Yazid berkata, “Adalah azan pada hari Jumat, permulaannya adalah apabila imam duduk di atas mimbar, yakni pada masa Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, dan Umar Radhiallohu ‘anhuma. Maka pada masa Utsman Radhiallohu ‘anhu dan orang-orang sudah banyak, ia menambahkan azan yang ketiga diatas Zaura’. Berkata Abu Abdillah, Zaura’ adalah suatu tempat di pasar di kota Madinah. [Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Ashqalani, kitab jumu’ah]
Maka menjadi teranglah bagi kita bahwa yang diadakan pada masa Utsman Radhiallohu ‘anhu adalah adzan diatas zaura’ yakni tempat lain diluar masjid di tengah pasar dengan tujuan memberi tahu bahwa hari itu adalah hari jumat dan hampir masuk waktu adzan. Bukan seperti yang diperbuat orang-orang pada masa sekarang ini.
http://alatsar.wordpress.com/2007/11/30/azan-jumat-menurut-asy-syafiie/#more-215
0 komentar:
Post a Comment