HAK DAN KEWAJIBAN
LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM ISLAM (1)
LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM ISLAM (1)
Oleh: Asy-Syaikh Doktor Rabi’ bin Hadi ‘Umair Al-Madkholiy haizahullah
Pengantar Redaksi
Masalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban perempuan, sudah sejak dahulu menjadi bahan pembicaraan, bahkan propaganda-propaganda yang berisi tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan di segala bidang dan aspek kehidupan semakin marak, khususnya pada masa sekarang ini, dimana pengetahuan manusia (kaum muslimin) terhadap ajaran agamanya semakin berkurang yang mengakibatkan jauhnya mereka dari pengamalan ajaran agama yang haq tersebut.
Yang sangat disayangkan dan sekaligus menakjubkan adalah seruan-seruan serta propaganda-propaganda untuk menuntut kebebasan perempuan dan persamaan antara perempuan dan laki-laki sudah mulai terdengar dari kalangan kaum muslimin sendiri, dimana dalam hal ini mereka sudah menjadi pengikut orang-orang barat dan orang-orang kafir.
Fenomena yang sudah lama terdengar di kebanyakan negeri di dunia akhirnya muncul pula di Saudi Arabia yang selama ini dikenal sebagai negara -dengan kepemimpinan ‘Umara dan ‘Ulamanya- sangat kuat dan ketat menjaga hijab/batas antara laki-laki dan perempuan.
Tulisan ini adalah tulisan Syaikh Prof. DR. Rabi’ bin Hady Al-Madkhaly –seorang ahli dan profesor dalam hadits dan terkenal sebagai pemikul bendera Jarh dan Ta’dil dizaman ini- yang membantah sekelompok penulis perempuan yang tergabung dalam sebuah Muntada (Al-Muntada An-Nisa`iy), dimana mereka termasuk orang-orang yang ikut serta dalam propaganda menuntut kemerdekaan dan kebebasan perempuan serta persamaan hak mereka di segenap aspek kehidupan.
Karena seruan-seruan dan propaganda seperti di atas sudah semakin marak dan juga sudah cukup lama tersebar di negeri kita (Indonesia), untuk itu kami memandang sangat perlunya mengangkat tulisan ini ke hadapan para pembaca sekalian dengan harapan para pembaca bisa mendapatkan keterangan dan penjelasan yang terang tentang bagaimana sebenarnya hak-hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki, apa perbedaan-perbedaannya dan apa persamaan-persamaannya, dan apakah betul hak-hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki harus disamakan.
Beliau selesaikan tulisan/bantahan ini pada 5 Dzul Hijjah 1424 H hanya dalam jangka waktu kurang lebih dua pekan setelah keluarnya koran Al-Madinah pada tanggal 22 Dzul Qo’dah 1424 H.
Kami akan muat tulisan beliau –hafizhohullah- pada dua atau tiga nomor dari Majalah/Risalah ‘Ilmiyah ini. Insya Allah. Wallahu Waliyyut Taufiq.
Segala puji hanyalah milik Allah, semoga sholawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah dan juga kepada keluarga dan para sahabatnya serta siapa saja yang mengikuti jalan dan petunjuknya.
Amma Ba’du :
Dewasa ini, di negeri Al-Haramain (negara Saudi Arabiah –pent.) telah muncul orang-orang yang menyerukan hak-hak perempuan bahkan seakan-akan menangisinya, sehingga sebagian perempuan ada yang memenuhi seruan ini. Ini (tentunya) adalah perkara yang memaksa seorang muslim untuk mengatakan perkara yang haq dan dalam rangka menjelaskan hak-hak laki-laki dan hak-hak perempuan serta kewajiban-kewajiban semuanya. Dan juga untuk menjelaskan kedudukan perempuan pada ummat-ummat yang lain selain kaum muslimin karena dengan (menjelaskan) lawannya akan menjadi jelaslah segala sesuatunya.
KEADAAN MANUSIA SEBELUM ISLAM DAN KEADAAN PEREMPUAN
Dalam hadits (Qudsy) dari ‘Iyadh bin Himar Ath-Thowil, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (dari Firman Allah Ta’ala) :
وَإِنِّيْ خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِيْنُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِيْنِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوْا بِيْ مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنَّ اللهَ نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَمَقَتَهُمْ عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ إِلَّا بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
“Dan sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (bertauhid dan jauh dari kesyirikan) dan adalah mereka kemudian didatangi oleh syaithan-syaithan yang akhirnya menarik mereka dari agama mereka, megharamkan atas mereka apa-apa yang Aku telah halalkan untuk mereka, menyuruh mereka untuk menyekutukan Aku yang Aku tidak pernah menurunkan keterangan sedikitpun tentangnya. Dan bahwa Allah telah melihat kepada penduduk bumi maka Allah sangat membenci mereka baik yang Arab maupun yang Ajam (non Arab) kecuali sisa-sisa dari Ahlul Kitab”. (Diriwayatkan oleh Muslim no. 2865 dan Ahmad (4/162)).
Al-Qur`an Al-Karim telah banyak menyebutkan bentuk-bentuk dari sikap Jahiliyah dan akhlak-akhlak mereka, baik dari kalangan penyembah berhala (Animisme) maupun Ahlul Kitab.
Diantaranya adalah kezholiman orang Arab terhadap perempuan, perendahan mereka terhadapnya, hinanya kedudukannya di kalangan mereka dan perasaan tidak butuhnya bahkan terusik dengan kehadirannya sejak perempuan itu lahir, dikuburkannya perempuan hidup-hidup baik ketika dia masih kecil ataupun ketika sudah remaja. Allah Ta’ala berfirman :
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأُنثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ , يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلاَ سَاء مَا يَحْكُمُونَ
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, menghitamlah mukanya, sambil menahan amarahnya. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”. (QS. An-Nahl : 58-59)
Dan perempuan pada ummat-ummat yang lain memiliki kondisi yang lebih buruk daripada bangsa Arab.
Ummat Yunani berpandangan bahwa perempuan adalah perhiasan yang paling rendah nilainya dimana dia tidak punya hak apapun di dalam keluarga bahkan dia diperjualbelikan di pasar-pasar.
Pada peradaban Romawi, kaum laki-laki memiliki kepemilikan yang mutlak dan juga hak-hak yang paripurna terhadap keluarganya. Seorang laki-laki berhak untuk menjatuhkan hukuman bunuh terhadap istrinya dengan tuduhan yang sangat minim sekalipun. Dan dia juga berhak untuk membunuh anak-anaknya atau menyiksa mereka tanpa tanggung jawab apapun.
Seorang perempuan di kalangan orang-orang Hindu berada pada puncak kehinaan dan kerendahan. Jika suaminya mati, wajib baginya untuk membakar dirinya di dekat jasad suaminya bahkan boleh jadi si perempuan gembira dengan jalan yang ditempuhnya itu karena dengannya dia dapat lolos dari penderitaan dan kehinaan yang akan dirasakannya.
Dan dia (perempuan) di kalangan orang-orang Yahudi adalah merupakan laknat sebab dia telah meyesatkan Adam, bahkan dia (perempuan) menurut sebagian sekte/aliran mereka, bapaknya punya hak untuk menjualnya dan tidak duduk dan makan bersamanya jika dia haid dan tidak diperbolehkan baginya untuk menyentuh bejana agar tidak menajisinya.
Adapun orang-orang Nashoro yang terdahulu, mereka telah menetapkan bahwa pernikahan adalah kotoran/najis yang wajib untuk dijauhi, sehingga mereka mengumumkan bahwa perempuan adalah pintu syaithan dan bahwa hubungan dengan perempuan adalah kotoran. Orang-orang Prancis telah menyelenggarakan sebuah muktamar pada tahun 586 M untuk mencari jawaban, apakan perempuan dianggap insan (manusia) atau bukan insan, dan apakah dia (perempuan) punya ruh atau tidak dan kalau punya ruh, apakah ruhnya ruh hewan atau ruh manusia. Pada akhirnya mereka menetapkan bahwa ruh perempuan adalah ruh insan hanya saja dia diciptakan semata-mata untuk melayani laki-laki.
Bardasarkan undang-undang umum Inggris sampai kira-kira pertengahan abad yang lalu, para perempuan hidup dalam keadaan tidak dianggap sebagai individu-individu atau sebagai penduduk yang dikenal berdasarkan penamaan dari undang-undang tersebut. Itulah sebabnya, mereka (para perempuan) tidak punya hak-hak pribadi, tidak punya hak terhadap harta yang didapatkannya dan tidak juga memiliki hak kepemilikan terhadap sesuatu, bahkan terhadap pakaian yang mereka pakai sekalipun. Bahkan (lebih dari itu) Undang-Undang Inggris sampai tahun 1805 M membolehkan bagi laki-laki untuk menjual istrinya dengan memberikan batasan harga jual istri tersebut 6 (enam) sintaat (nilainya setengah shiling,-pent.).
Telah terjadi seorang laki-laki Inggris menjual istrinya pada tahun 1931 M dengan nilai 500 (lima ratus) junaih, dimana berkata pengacaranya ketika membelanya : “Sesungguhnya undang-undang Inggris tahun 1801 M (cuma) membatasi harga istri enam sintaat dengan syarat transaksi jual belinya dilakukan dengan persetujuan istri”.
Maka Mahkamah menjawab bahwa peraturan (undang-undang) ini telah dihapuskan pada tahun 1805 M dengan undang-undang (baru) yang melarang penjualan istri dan melepaskan mereka. Setelah mengalami proses, akhirnya Mahkamah memutuskan untuk menghukum laki-laki yang menjual istrinya selama 10 bulan penjara.
Di dalam majalah Peradaban Islam tahun ke-2 (hal. 1078) disebutkan : “Telah terjadi pada tahun lalu seorang berkebangsaan Italy menjual istrinya kepada laki-laki lain dengan pembayaran yang dicicil. Ketika pembelinya akhirnya menolak untuk membayar cicilannya yang terakhir, si penjual membunuhnya (pembeli itu)”.
Al-Ustadz Muhammad Rasyid Ridho rahimahullah berkata : “Di antara hal-hal aneh yang dinukil dari sebagian surat kabar Inggris dewasa ini adalah masih terdapatnya pada negara-negara persemakmuran/jajahan Inggris para laki-laki yang menjual istri-istri mereka dengan harga yang sangat rendah sekali, misalnya tiga puluh shiling. Surat-surat kabar Inggris manapun telah menyebutkan nama-nama mereka (laki-laki penjual istri)”. (Dinukil dari ‘Audatul Hijab (Kembalinya Hijab) : 2/41-47 dan aku (syeikh Robi’) telah ringkas sebagian teksnya).
Beliau (Ustadz Muhammad Rasyid Ridho –pent.) juga menukil dari seorang pelajar di Amerika bahwa di kalangan orang-orang Amerika ada orang-orang yang saling mempertukarkan istri-istri mereka dalam jangka waktu yang diketahui, kemudian setelah itu setiap orang mengambil kembali istrinya yang telah dipinjamkan, persis seperti cara penduduk desa meminjamkan ternaknya (kendaraan-kendaraannya) atau seorang penduduk kota di negeri kita meminjamkan sesuatu dari barang-barang rumahnya.
Dan sejarah perempuan di kalangan orang-orang Cina dan Persia sangat buruk.
Demikianlah keadaan-keadaan para perempuan pada ummat-ummat selain ummat Islam.
Adapun Islam, sungguh ia telah mengeluarkan perempuan dari jurang yang sangat dalam dan menyerakkan darinya himpitan kezholiman, kegelapan, perendahan dan penghambaan serta menempatkannya pada kedudukan yang mulia, serta tempat yang tiada bandingannya pada ummat-ummat (lainnya) baik dia sebagai ibu, perempuan, istri ataupun saudara perempuan.
Allah (Ta’ala) telah menetapkan keberadaannya sebagai manusia dari atas tujuh lapis langit, (dimana Allah Ta‘ala) berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat : 13).
Maka perempuan muslimah tidak pernah butuh untuk menyelenggarakan muktamar-muktamar untuk menetapkan kemanusiaan dan hak-haknya, sebab Allah dan Rasul-Nya telah menetapkannya dan kaum Muslimin telah mengimaninya. Dia (perempuan muslimah) memiliki hak untuk berhijrah, untuk mendapatkan pertolongan dan perlindungan dari kaum mukminin,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka”. (QS. Al-Mumtahanah : 10).
Dan Allah juga telah mengharamkan untuk menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan selain dari apa yang mereka perbuat :
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. (QS. Al-Ahzab : 58)
Dan (Allah Ta’ala juga) mengancam siapa saja yang membuat fitnah terhadap orang mukmin laki-laki dan perempuan pada agama mereka (dengan ancaman) berupa azab Neraka :
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyiksa orang-orang yang mu’min laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar”. (QS. Al-Buruj : 10)
Allah telah memerintahkan Rasul-Nya yang mulia untuk memohon ampun untuk dirinya sendiri dan bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Sembahan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min, laki-laki dan perempuan”. (QS. Muhammad : 19)
Jikalau penganut agama lain serta musuh Islam bermaksud mengetahui sesuatu tentang kedudukan perempuan di dalam Islam maka hendaknya mereka memasang penglihatan mereka (memperhatikan) pengantaran jenazah perempuan serta pensholatan terhadapnya. Sepertinya yang akan mengejutkan orang-orang kafir dan orang munafik jikalau mereka menyaksikan ratusan ribu orang di dua mesjid yang mulia (Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabi di Madinah,–pent.) shof-shof mereka begitu rapi (hanya) untuk mensholatkan jenazah seorang perempuan mukmin dewasa atau anak perempuan.
Keistimewaan yang diberikan oleh Islam kepada perempuan mukminah, mustahil akan didapatkan persamaannya pada agama yang sudah dirubah, dibuat-buat atau peraturan-peraturan muzayyafah (palsu, usang) manapun, meskipun diyakini telah sampai pada puncak pemuliaan perempuan.
Bahkan peradaban zaman sekarang yang disetir oleh Yahudi dan Nashoro telah menjelmakan perempuan dengan penjelmaan yang keji/nista dan menjadikannya barang dagangan yang murah dan permainan bagi kaum laki-laki pada tempat-tempat kerja, di pasar-pasar, sebagai pajangan untuk mode berita dan surat-surat kabar serta majalah-majalah. Betapa banyak engkau dapat melihat pada surat-surat kabar gambar-gambar perempuan telanjang yang mempermalukan perempuan untuk memuaskan orang-orang fajir (pendosa) dan agar mereka dapat menikmati pemandangan yang memalukan dan menghinakan ini. Kayaknya sensus-sensus sudah tidak sanggup lagi mencatat banyaknya kecelakaan hamil dan anak-anak yang tidak syar’i (anak haram –pent.)
Semua ini hasil dari undang-undang yang mengaku bahwa undang-undang tersebut telah berbuat adil terhadap perempuan dan telah memberikan kepadanya hak-haknya yang diantaranya adalah kebebasan dan persamaan.
Juga hasil dari media-media informasi bejat yang didukung oleh peraturan dan undang-undang yang memerangi syari’at Allah Yang Maha Menciptakan dan Maha Bijaksana yang merupakan kandungan Islam baik di dalam Al-Kitab maupun di dalam As-Sunnah yang telah memberikan kepada setiap dari laki-laki maupun perempuan haknya dengan luhur, adil dan bijaksana.
Inilah aturan-aturan dan undang-undang yang dijalankan oleh para aktornya penganut agama-agama selain Islam dari kalangan orang-orang Sekuler, Liberalis dan Komunis di negeri-negeri Islam dimana mereka bermaksud untuk menyeret perempuan muslimah kepada tempat-tempat yang membinasakannya.
Islam sungguh telah memberikan semuanya baik laki-laki maupun perempuan haknya dengan adil dan dengan timbangan yang lurus, dimana Islam mensyariatkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi laki-laki yang sesuai dengan kelaki-lakiannya, kekuatan-kekuatan, akal-akal dan kesiapan mereka untuk menghadapi segala bahaya dan untuk memikul beban kesulitan serta fitrah mereka yang telah Allah bekali mereka dengannya.
Adapun terhadap perempuan, maka Islam telah mensyariatkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sesuai dengan keperempuanan, kelemahan dan kekurangan mereka dibandingkan laki-laki pada akal dan kekuatan serta lemahnya mereka dalam persiapan menghadapi segala bahaya dan kesulitan.
Kaum muslimin baik laki-laki maupun perempuan telah ridho terhadap syari’at ilahiyah yang bijaksana dan penuh dengan kasih sayang ini, dan mereka (kaum muslimin) menganggapnya (syari’at ini) sebagai bagian dari keyakinan-keyakinan mereka yang telah mereka terima. barang siapa yang berlepas diri darinya maka tidak termasuk mukmin bahkan dianggap sebagai orang yang mengajukan protes kepada Allah dan Rasul-Nya, sangatlah jauh seorang yang beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya untuk terjatuh ke dalam hal itu.(bersambung ke tulisan bagian kedua)
Sumber:http://www.an-nashihah.com/?page=artikel-detail&topik=&artikel=11
0 komentar:
Post a Comment