HUKUM TABARRUK, THAWAF KEPADA KUBURAN
SERTA BERSUMPAH SELAIN DENGAN NAMA ALLAH
Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin
SERTA BERSUMPAH SELAIN DENGAN NAMA ALLAH
Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin
Tabarruk (memohon berkah) ke kuburan adalah haram dan termasuk perbuatan syirik, karena menyakini ada sesuatu yang bisa berpengaruh, sedangkan Allah tidak menurunkan hujjah tentangnya. Salafus Sholih tidak pernah melakukan tabbaruk seperti ini. Dilihat dari sisi lain, hal ini juga termasuk perbuatan bid’ah. Bila orang yang melakukan tabarruk menyakini bahwa penghuni kubur berpengaruh terhadap sesuatu atau mampu menolak keburukan atau mendatangkan manfaat, maka ini adalah syirik akbar (besar). Termasuk perbuatan syirik akbar juga bila beribadah pada penghuni kubur dengan ruku’ dan sujud atau menyebah atau berkurban sebagai bentuk pendekatan diri dan pengagungan kapadanya. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَن يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِندَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ (117) سورة المؤمنون
“Dan barangsiapa menyembah Ilah yang lain di samping Allah padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada beruntung” (QS. Al-Mukminun: 117).
Dan firman-Nya:
…فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدً} (110) سورة الكهف
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan ama sholih dan janganlah mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabbnya” (QS. Al-Kahfi: 110).
Orang yang melakukan perbuatan syirik akbar adalah kafir, kakal di Neraka dan Surga haram baginya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ (72) سورة المائدة
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya adalah Neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS. Al-Maidah: 72).
Adapun tentang bersumpah pada selain Allah, bila seseorang yang bersumpah menyakini (beritiqod) bahwa yang dijadikan sumpah –selain Allah- itu berkedudukan seperti Allah Azza Wa Jalla berarti ia melakukan perbuatan syirik akbar, dan bila ia tidak menyakini hal itu tetapi di dalam hatinya ada pengagungan kepadanya sehingga ia bersumpah dengannya, tanpa menyakini bahwa ia mempunyai kedudukan seperti Allah, maka ia telah melakukan perbuatan syirik ashghor (kecil). Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya:“Barangsiapa yang bersmpah dengan selain Allah, maka sungguh ia telah kafir atau melakukan kesyirikan” (HR. At-Tirmidzi no. 1535).
Wajib mengingkari orang yang bertabarruk kepada kuburan atau berdo’a pada penghuninya serta orang yang bersumpah dengan selain Allah dan hendaknya menerangkan kepadanya bahwa ia tidak akan selamat dari azab Allah. Ucapan mereka:”Inilah yang kami dapati dari pendahulu kami”, ini adalah hujjah orang-orang musyrik yang mendustakan para Rasul. Allah Ta’ala berfirman:“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesunggunya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka. Maka para Rasulpun berkata:’Apakah kamu akan mengikuti juga sekalipun aku membawa untukmu agama yang lebih nyata memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?’. Mereka menjawab:’Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya” (QS. Az-Zukruf: 23-24).
Dalam kebatilannya, seseorang tidak boleh beralasan bahwa dirinya hanya mendapatkan dari nenek moyangnya atau hal itu sudah menjadi kebiasaan atau semisalnya. Walaupun mereka berhujjah dengan itu, hujjahnya tetap tepatahkan (tidak diterima) disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak bermanfaat dan tidak berguna sedikitpun baginya. Orang-orang yang terjerumus dalam perbuatan ini hendaklah bertaubat kepada Allah dan mengikuti kebenaran dimana saja, dari siapapun datangnya dan kapan saja. Adat kaumnya tidak menjadikan dirinya terhalang menerima kebenaran dan juga celaan kaumnya. Seorang mukmin sejati dalam mengharap ridlo Allah tidak akan takut terhadap celaan orang kepadanya dan para penghalangpun tidak akan mampu menghalanginya dari jalan Allah.
Semoga Allah mencurahkan taufik-Nya kepada semua yang mengharap ridlo-Nya dan semoga kita terhindar dari murka dan siksa-Nya.
Dinukil dari: Majmu’ Fatawa Arkanil Islam, soal no. 84.
0 komentar:
Post a Comment