MAKNA SIHIR DAN HUKUM MEMPELAJARINYA
Oleh: Syaikh Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin
Oleh: Syaikh Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin
Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin rahimahullah ditanya:“Apakah sihir itu dan bagaimana hukum mempelajarinya?”
Jawab: Sihir dikatakan oleh para ulama secara bahasa adalah “ungkapan tentang segala yang halus dan tersembunyi sebabnya”, dia (sihir) mempunyai pengaruh yang tersembunyi yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Sihir dengan makna seperti ini meliputi tanjim (=ilmu perbintangan) dan kahanah (=perdukunan), juga mencakup pengaruh uraian bahasa atau ungkapan kata-kata yang fasih, sebagaimana diterangkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (artinya):“Sesungguhnya diantara keterangan (ungkapan bahasa) benar-benar merupakan sihir”1). Jadi segala sesuatu yang mempunyai pengaruh dengan jalan/cara tersembunyi maka itu termasuk sihir.
Adapaun makna sihir secara istilah sebagian ulama mendefinisikannya sebagai berikut:“jimat-jimat, mantera-mantera (ruqa) dan ikatan yang memberi pengaruh pada hati, akal dan badan, sehingga dapat menghilangkan akal, menyebabkan rasa cinta dan benci sehingga dapat memisahkan antara suami dan istri, memberikan penyakit pada badan dan menghilangkan pemikirannya”.
Mempelajari sihir diharamkan, bahkan merupakan kekufuran jika menjadi wasilah (=jembatan) menyekutukan Allah dengan syaithan-syaithan. Allah Ta’ala berfirman:
وَاتَّبَعُواْ مَا تَتْلُواْ الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيْاطِينَ كَفَرُواْ يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُواْ لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْاْ بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُواْ يَعْلَمُونَ (102) سورة البقرة
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui” (QS. Al-Baqoroh: 102).
Jadi belajar sihir jenis ini –yaitu wasilah menyekutukan Allah dengan para syaithan adalah kekufuran-, menggunakannya juga merupakan kekufuran, kezaliman dan permusuhan terhadap manusia. Oleh karena itu tukang sihir dibunuh, bisa sebagai hukuman riddah (murtad) dan bisa sebagai hukum had. Jika sihirnya merupakan kekafiran, maka dia dibunuh karena murtad dan kafir. Apabila sihirnya tidak sampai derajat kafir, maka dia dibunuh sebagai had untuk menolak kejahatannya terhadap kaum muslimin.
Dinukil dari Majmu’ Fatawa Arkanil Islam, soal no. 73.
Catatan Kaki:
1) HR. Bukhori no. 5146.
1 komentar:
ASTAGHFIRULLAH...
Tiada daya dan upaya tanpa kekuatan ALLAH...
Post a Comment