HAK DAN KEWAJIBAN
LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM ISLAM (3)
Oleh: Asy-Syaikh Robi’ bin Hadi ‘Umair Al-Madkholiy
LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM ISLAM (3)
Oleh: Asy-Syaikh Robi’ bin Hadi ‘Umair Al-Madkholiy
Dan aku memiliki beberapa kritikan terhadap mereka yang mana tempatnya tidak cukup luas untuk menyebutkan semuanya, tetapi sudah seharusnya aku sebutkan sebagiannya :
Yang Pertama : Memberikan ungkapan/susunan bahasa yang mujmal (luas/global) kemudian memberikan tuntutan yang meluas. Di antara mujmal ini :
1. Menuntut keadilan hak-hak dan persamaan-persamaan di segala hal.
2. Kemerdekaan dan kebebasan.
3.Tuntutan untuk mengeluarkan bentuk-bentuk nyata dari hak-hak asasi manusia yang tersembunyi (terkandung) di dalam ajaran agama dan memunculkannya serta mempraktekkannya malaluii proses pelaksanaan syari’at dan juga lewat undang-undang.
4.Tuntutan mereka akan kekuasaan yang sejajar dan hubungan-hubungan yang berbanding.
5.Penganggapan bahwa laki-laki terhadap perempuan qowwamah (pemimpin) atasnya adalah dalam rangka melayani perempuan dan sebagai beban bagi laki-laki dan bukan pemuliaan[1].
6.Berkata salah seorang dari mereka : “Boleh jadi saya menganggap diriku sebagai orang yang paling banyak diserang dari kalangan pembaca laki-laki disebabkan oleh tulisanku lewat lembaran tulisan bersambung yang membahas tentang kebodohan perempuan akan hak-haknya serta sikap menyepelekan (tidak ada perhatian) dan kekurangan-kekurangannya dalam menyikapi hak-haknya. Dan saya pada hakikatnya tidak bermaksud mengatakan bahwa banyak di kalangan kita orang-orang yang bodoh terhadap Islam dang menganggap bahwa perempuan hanyalah pengikut terhadap laki-laki, (padahal) perempuan bukanlah pengikut laki-laki melainkan tandingan bagi laki-laki baik di dalam hak-hak ataupun kewajiban-kewajiban …”.
7.Memusatkan perhatian pada hak-hak para perempuan dan memberikan isyarat-isyarat terhadap pemotongan hak-hak para laki-laki.
8.Menyebutkan terzholiminya para perempuan tanpa menyebutkan kezholiman para perempuan terhadap para lelaki.
9.Tudingan sebagian mereka terhadap para ulama dengan menyatakan : “Saya meyakini bahwa kebanyakan ijtihad (dari para ulama) disandarkan pada dalil-dalil yang telah dipilih-pilih, artinya kita (para ulama) memilih-milih apa yang kita kehendaki. Maka perempuan memiliki hak-hak dan wajib atasnya untuk menuntut hak-haknya, sementara dia (perempuan) tidak menyadari bahwa masyarakat dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat telah mengekang/mengikatnya dan mencekik lehernya. Utamanya bahwa sebagian khutbah-khutbah agama memilih-milih sebagian ayat Al-Qur`an dan hadits-hadits yang sesuai dengan adat dan kebiasaan agar khutbah-khutbah tersebut dapat mendatangkan dalil dan menetapkan bahwa perempuan lebih sedikit daripada laki-laki dan bahwasanya perempuan wajib untuk berada di bawah pengawasan laki-laki selamanya”.
Demikianlah pemaparan singkat dari sebagian yang ada di dalam perkumpulan perempuan, bukan untuk semua yang ada didalamnya, dan waktuku tidak cukup untuk menyampaikan argumen-argumen jelas bahkan (juga) untuk tulisan yang ringkas ini, hanya saja saya melihat perlunya menjelaskan sebagian dari perkara-perkara penting darinya dan saya sungguh akan menempatkan laki-laki maupun perempuan masing-masing pada kedudukan yang diletakkan oleh Islam, tanpa tambahan atau pengurangan.
Saya juga meyakini bahwa akal yang selamat dan fitrah-ritrah yang lurus akan menghormati syari’at ini dan akan berpendapat bahwa syari’at ini adalah keadilan dan kebijaksanaan yang sesungguhnya dan juga akal-akal ini akan berdiri tidak berdaya (dalam keadaan terkalahkan) di hadapan syari’at yang bijaksana ini sebab syari’at ini berada di puncak kebijaksanaan dan keadilan.
Hal-hal yang ingin aku jelaskan dari tuntutan para peserta muntada (pertemuan) :
1. Persamaan antara laki-laki dan perempuan pada hak-hak dan kewajiban.
2.Kepemimpinan yang disyari’atkan oleh Allah dipegang oleh kaum muslimin serta penjelasan sebab-sebabnya.
3. Apakah dalil-dalilnya para ulama adalah dalil yang dipilih-pilih ?
4. Apakah cuma perempuan yang dizholimi ?.
Pertama : Persamaan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan antara lain persamaan dalam hak-hak dan kewajiban
Persamaan ini dinyatakan (baca : dipropagandakan,–pent.) oleh sebahagian mereka (para perempuan dalam perkumpulan itu) yaitu Zainab Ghoshib, bukan oleh semuanya. Dan dia (Zainab –pent.) dengan terang-terangan menyatakan bahwa perempuan bukanlah pengikut terhadap laki-laki bahkan dia adalah tandingan bagi laki-laki baik di dalam hak-hak maupun kewajiban-kewajiban. Perempuan tersebut (Zainab) berhujjah dengan firman Allah Ta’ala :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sungguh akan Kami beri balasan kepada mereka dengan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl : 97).
Kemudian dia berkata : “Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menjadikan amalan dan pahala monopoli kaum lelaki, juga Allah tidak menjadikannya berlipat ganda untuk mereka melainkan Allah samakan antara keduanya (lelaki dan perempuan) di dalam hak-hak dan kewajiban”. Dan perempuan itu (Zainab) menyebutkan bahwa Allah telah memuliakan kaum laki-laki satu derajat yaitu pada (masalah memberi) nafkah. Dia (perempuan tersebut) terus berbicara dengan pembicaraan yang jauh dari kebenaran berangkat dari pendapatnya ini.
Maka saya (Syaikh Robi’) berkata : “Sesungguhnya persamaan yang dinyatakan oleh perempuan ini tidak pernah dibawakan oleh syari’at maupun oleh akal (sehat). Adapun di dalam syari’at, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan di dalam ayat-ayat-Nya yang muhkam bahwa Dia telah menciptakan perempuan untuk laki-laki, maka perempuan adalah suatu nikmat dari sekian banyak kenikmatan yang dianugerahkan Allah terhadap para laki-laki, di dunia maupun di akhirat.
1. (Allah) Ta’ala berfirman :
وَاللّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَاجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik.” (QS. An-Nahl : 72)
2. (Allah) Ta’ala berfirman :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum : 21)
Pikirkanlah wahai kaum mukminin dan mukminat yang berakal, firman Allah Ta’ala : “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri”
Dan (Firman-Nya) :“Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri”, agar kalian dapat mengetahui apa-apa saja yang Allah bedakan antara laki-laki dan perempuan, dan bahwa dijadikannya perempuan demi dan untuk laki-laki. Ini adalah nikmat yang agung yang darinyalah berkembang nikmat-nikmat yang lainnya yaitu bahwa perempuanlah yang melahirkan anak-anak dan keturunan baginya (laki-laki) yang mana mereka (anak dan cucu) nasabnya (kembali) kepada laki-laki bukan kepada perempuan, sehingga dikatakan : “anak laki-laki si anu (laki-laki)”, “anak perempuan si anu (laki-laki)”, “cucu laki-laki dan cucu perempuan si anu (laki-laki)”.
Demikian pula ayat dari surah Ar-Rum, ayat tersebut jelas-jelas menyebutkan bahwa perempuan diciptakan untuk laki-laki karena suatu hikmah yang agung yaitu agar terpenuhi untuknya (laki-laki) ketenangan dan ketentraman jiwa. (Allah Ta’ala) lebih menguatkan nikmat ini dengan menjadikan antara laki-laki dan perempuan adanya kasih sayang, sebab kenikmatan (berupa ketentraman itu) tidaklah akan terwujud kecuali dalam suasana yang memberi ketentraman dan diharumi oleh kasih sayang dan rahmat.Maka jika perempuan berpandangan terhadap laki-laki dengan anggapan bahwa dirinyalah (perempuan) yang lebih utama dari laki-laki atau bahwa perempuan adalah tandingan bagi laki-laki dan bahwa perempuan menyamainya dalam hak-hak dan kewajiban-kewajiban, maka kehidupan ini akan beralih/berubah menjadi pergulatan/pertikaian yang pahit dan panas yang tidak terjangkau serta akan lenyaplah ketentraman dan ketenangan jiwa pergi bersama angin dan akan hilang kasih sayang.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah perempuan yang sholihah.” Dikeluarkan oleh Imam Muslim (hadits no. 3533), An-Nasa`i serta Ibnu Majah.
Perhiasan adalah suatu yang dapat dimanfaatkan dari harta benda dunia, sedikit banyaknya, dan sebaik-baik hal yang seorang laki-laki mukmin dapat mengambil manfaatnya adalah perempuan yang sholihah. Seorang perempuan sholihah adalah kenikmatan dan yang tidak sholihah adalah siksaan.
(Allah) Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ath-Thoghobun : 14).
Seorang perempuan yang tidak sholihah dapat menjadi fitnah bagi laki-laki pada agamanya serta menghalanginya dari ketaatan, dari melakukan amalan kebajikan, mendorong dan memberikan jalan kepada suaminya untuk memutuskan hubungan silaturahmi dan selainnya. Maka hendaknya laki-laki (suami) berhati-hati terhadapnya, sebab perbuatannya ini adalah perbuatan para musuh. Wajib bagi laki-laki (suami) untuk menasehatinya, membimbingnya dan mengarahkannya serta mengingatkannya untuk takut kepada Allah dan kemudian memaafkan, melupakan dan mengampuninya atas apa yang sang suami alami (terima) dari tindakan-tindakan si istri, lebih-lebih perempuan tersebut (istri) memandang dirinya sebagai tandingan bagi suaminya.
3. (Allah) Ta’ala berfirman :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: perempuan-perempuan, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran : 14)
Maka (Allah Ta’ala) menjadikan semua hal ini sebagai bagian dari syahwat-syahwat dan keinginan-keinginan kaum laki-laki dan sebagai hal-hal yang mereka bersenang-senang dengannya dalam kehidupan dunia ini, dimana di antara hal-hal tersebut bahkan sebagai hal yang utama adalah perempuan, dia adalah termasuk sebagai perhiasan lelaki dan sebagai syahwat dan keinginannya yang terdepan.
Demikianpula halnya harta benda, jika digunakan dalam ketaatan kepada Allah, maka dia adalah sebaik-baik harta bagi laki-laki yang sholih. Dan jika laki-laki dan perempuan, keduanya tidak sholih, maka itu merupakan sejelek-jelek perhiasan dan pemakainya.
Sebagaimana halnya bahwa perempuan adalah termasuk nikmat-nikmat Allah terhadap laki-laki dalam kehidupan dunia ini, maka demikian pula ketika di akhirat, dia (perempuan) adalah suatu kenikmatan yang termasuk bagian hal yang diganjarkan oleh Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang sholih karena keimanan dan amal sholih mereka.
4. (Allah) Ta’ala berfirman setelah ayat yang baru disebutkan :
قُلْ أَؤُنَبِّئُكُم بِخَيْرٍ مِّن ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
“Katakanlah : “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah: Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali ‘Imran : 15)
5. Dan (Allah) Ta’ala berfirman :
وَبَشِّرِ الَّذِين آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنْهَا مِن ثَمَرَةٍ رِّزْقاً قَالُواْ هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ وَأُتُواْ بِهِ مُتَشَابِهاً وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan:”Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 25)
Allah menyebutkan balasan bagi para laki-laki beriman di akhirat pada beberapa surah dalam Al-Qur`an, yang mana termasuk balasan ini adalah al-hurul ‘in[2] (bidadari) dari jenis perempuan.
6. (Allah) Ta’ala berfirman dalam surah An-Naba` :
إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا. حَدَائِقَ وَأَعْنَابًا. وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا. وَكَأْسًا دِهَاقًا. لَّا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلَا كِذَّابًا
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan,(yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta.” (QS. An-Naba` : 31-35)
Dan jika Allah menyebutkan ganjaran bagi perempuan-perempuan beriman maka Allah akan menyebutkannya mengikuti ganjaran para laki-laki beriman dan Allah tidak memperhitungkan mereka (para perempuan) dalam golongan laki-laki yang sifatnya begini dan begitu.
(Allah) Ta’ala berfirman :
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ ءَاسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka.” (QS. Muhammad : 15)
Dan (Allah) Ta’ala berfirman :
لِيُدْخِلَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَيُكَفِّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَكَانَ ذَلِكَ عِندَ اللَّهِ فَوْزًا عَظِيمًا
“Supaya Dia memasukkan orang-orang mu’min laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan mereka. Dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah.” (QS. Al-Fath : 5)
Dari ayat-ayat ini (yang telah disebutkan di atas,–pent.), para lelaki dan para perempuan yang beriman kepada Allah akan mengetahui keutamaan kaum lelaki atas kaum perempuan di dunia maupun di akhirat dan bahwa (kedudukan,–pent.) perempuan di dunia maupun di akhirat adalah berada di bawah laki-laki, dan tidak ada yang membantah hal tersebut kecuali orang-orang yang membantah ayat-ayat Alah dengan kebatilan untuk melenyapkan kebenaran, maka sungguh celaka dirinya dengan mendapatkan balasan dari Allah.
Dan yang menguatkan semua ini adalah nash-nash Al-Qur`an maupun sunnah-sunnah nabawiyah (hadits-hadits,–pent.) yang datang berikut ini :
7. (Allah) Ta’ala berfirman :
أَوَمَن يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ
“Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang di dalam pertengkaran dia tidak dapat memberi hujjah/alasan yang kuat.” (QS. Az-Zukhruf : 18)
Ayat ini adalah celaan dan teguran terhadap orang bodoh dari kalangan kaum musyrikin yang berkata bahwa : “Malaikat-malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah”, dimana Allah menjelaskan dengan ayat tersebut hakikat dari perempuan.
Asy-Syaukany rahimahullah berkata : “Maka يُنَشَّأُ (yunasysya`u) adalah يُرَبَّى (yurabba), dan النَّشُوْءُ (An-Nusyu`) maknanya التَّرْبِيَةُ (At-Tarbiyah = pemeliharaan/pembinaan), الْحِلْيَةُ (Al-Hilyah) artinya الزِّيْنَةُ (Az-Zinah = pehiasan). Makna keseluruhannya adalah : “Ataukah mereka menjadikan bagian Allah Subhanahu sekutu yang keadaannya adalah dipelihara dalam perhiasan sementara dia lemah/tidak sanggup untuk melakukan urusan-urusannya sendiri dan jika dimusuhi, dia tidak mampu untuk menegakkan hujjahnya (menyampaikan dalil dan alasannya) serta untuk membantah/menangkis perkara yang dibantahkan kepadanya oleh lawannya karena kurangnya akalnya serta lemahnya pemikirannya”.
Berkata Ibnu Zaid : “Yang dimaksud adalah berhala-berhala”.
Dan ini adalah penafsiran yang tidak benar yang terbantahkan oleh apa yang hampir disepakati oleh para ahli tafsir, diantaranya Ibnu ‘Abbas”.
Dan beliau berkata : “Dikeluarkan oleh ‘Abdu bin Humaid darinya –yakni dari Ibnu ‘Abbas- أَوَمَن يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ (orang yang tumbuh dalam perhiasan) dia (Ibnu ‘Abbas) berkata : “Dia adalah para perempuan. (Allah Ta’ala) membedakan antara perhiasan mereka (para perempuan) dengan perhiasan para laki-laki, kurangnya warisan mereka, (para perempuan), dalam kesaksian, dan memerintahkan mereka (para perempuan) untuk tidak ikut berangkat (yaitu dalam jihad,-pent.) serta menamai mereka khawalif”[3]. Fathul Qodir (4/658-659).
Dan bangsa Arab di masa kejahiliaannya mereka menyembah berhala-berhala serta menjadikan dari berhala-berhala tersebut sebagai sekutu-sekutu bagi Allah dalam ibadah, diantaranya Al-Lat, Al-‘Uzza dan Manat yang ketiga dan mereka menamainya dengan nama-nama perempuan, maka Allah (Ta’ala) menegur mereka atas perbuatan mereka ini.
8. (Allah Ta’ala) berfirman :
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى. أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنثَى. تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى
“Maka apakah patut bagi kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.” (QS. An-Najm : 19-22)
Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah : “Yakni apakah kalian hendak menjadikan baginya (bagi Allah) anak dan menjadikan anak-Nya itu perempuan sementara kalian memilih untuk diri kalian sendiri laki-laki. Kalau kalian dan makhluk seperti kalian membagi dengan pembagian seperti ini tentu itu adalah pembagian yang tidak adil yakni aniaya dan batil. Maka bagaimana kalian membagikan untuk Robb kalian pembagian ini, yang seandainya pembagian ini dilakukan di antara makhluk tentulah merupakan kelaliman dan ketololan”. Tafsir Ibnu Katsir (4/272).
9. Dari As-Sunnah An-Nabawiyah, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda :
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّيْ رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ فَقُلْنَ : وَبِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ ، مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ قُلْنَ : وَمَا نُقْصَانُ دِيْنِنَا وَعَقْلِنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: أَلَيْسَتْ شَهَادَةُ الْمَرْأَةِ مِثْلَ نِصْفِ شَهَادَةِ الرَّجُلِ ؟ قُلْنَ : بَلَى ، قَالَ : فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ عَقْلِهَا . أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ ؟ قُلْنَ : بَلَى، قَالَ فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ دِيْنِهَا
“Wahai para perempuan, bersedekahlah kalian !, sebab aku telah melihat kalian sebagai penduduk Neraka yang terbanyak”. Mereka (para perempuan itu) berkata : “Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah ?”, beliau bersabda : “(Karena) kalian banyak melaknat dan kufur terhadap suami, aku tidak melihat dari perempuan yang kurang akal dan agamanya tetapi dapat mempengaruhi sampai ke dalam hati laki-laki yang keras dari salah seorang dari kalian”, para perempuan berkata : “Apa kurangnya akal dan agama kami wahai Rasulullah ?”, beliau bersabda : “Bukankah kesaksian seorang perempuan setara dengan setengah kesaksian satu orang laki-laki ?”, mereka berkata : “betul”. Beliau bersabda : “Itu termasuk dari kurangnya akalnya. Bukankah jika seorang perempuan mengalami haid, dia tidak melakukan sholat dan tidak berpuasa ?”, mereka berkata : “betul”, beliau bersabda : “Maka itu adalah dari kurangnya agamanya”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dalam Kitabul Haid hadits no. 304 dan Muslim dalam Kitabul Iman semakna dengannya dari hadits Ibnu ‘Umar hadits no. 132. Dan Imam Muslim mengisyaratkan kepada hadits Abu Sa’id ini dan kepada hadits yang semakna dengannya dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
Dalam hadits ini terdapat penegasan akan kurangnya agama dan akal-akal para perempuan. Dan nampaknya kekurangan ini adalah termasuk sebab-sebab banyaknya mereka melaknat dan sebab-sebab terjatuhnya dalam kekufuran terhadap suami. Sebagaimana halnya bahwa hadits ini tegas dalam menyebutkan bahwa kesaksian dua orang perempuan yang sebanding dengan kesaksian seorang laki-laki, sebabnya adalah kurangnya akalnya.
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, ketika berkata : “Seperti setengah kesaksian laki-laki”, beliau berisyarat kepada firman (Allah) Ta’ala :
فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاء
“Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai.” (QS. Al-Baqarah : 282)
Sebab penampakan terhadap yang selainnya mengumumkan akan kurangnya ketepatan/ketelitiannya dan juga memberikan tanda akan kurangnya akalnya”.
10. Dari Abu Umamah dan selainnya radhiyallahu ‘anhum dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda :
أَيُّمَا امْرِىءٍ مُسْلِمٍ أَعْتَقَ امْرَأً مُسْلِماً كَانَ فِكَاكَهُ مِنَ النَّارِ يَجْزِيْ كُلُّ عَضْوٍ مِنْهُ عَضْواً مِنْهُ وَأَيُّمَا امْرِىءٍ مُسْلِمٍ أَعْتَقَ امْرَأَتَيْنِ مُسْلِمَتَيْنِ كَانَتَا فِكَاكَهُ مِنَ النَّارِ يَجْزِيْ كُلُّ عَضْوَيْنِ مِنْهُمَا عَضْوًا مِنْهُ
“Seorang muslim mana saja yang memerdekakan seorang muslim laki-laki maka (laki-laki yang dibebaskan itu) akan menjadi pembebasnya dari api Neraka dimana setiap anggota badannya (laki-laki yang dimerdekakan) akan mengganjar/membebaskan setiap anggota badan orang yang memerdekakannya. Dan seorang muslim mana saja yang memerdekakan dua orang perempuan muslimah, keduanya akan menjadi pembebas baginya dari api Neraka, dimana setiap anggota badan dari keduanya (perempuan tersebut) akan mengganjar/membebaskan satu anggota badan darinya yang memerdekakan).”
Berkata At-Tirmidzy : “Ini adalah hadits yang shohih”.
Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah : “Dan ini menunjukkan bahwa memerdekakan budak laki-laki lebih utama dan bahwa memerdekakan seorang budak laki-laki sebanding dengan memerdekakan dua budak perempuan, sehingga kebanyakan budak-budak yang dimerdekakan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam adalah dari kalangan laki-laki. Ini adalah salah satu dari lima tempat dimana perempuan bernilai setengah dari laki-laki.
Yang kedua adalah dalam ‘aqiqah, dimana menurut Jumhur, ‘aqiqahnya anak perempuan dengan seekor kambing dan anak laki-laki dengan dua ekor kambing, hal ini ditunjukkan oleh beberapa hadits yang shohih maupun yang hasan.
Yang ketiga dalam masalah persaksian, dimana kesaksian dua orang perempuan sama dengan kesaksian seorang laki-laki.
Yang keempat dalam masalah warisan.
Yang kelima dalam masalah diyat (denda, seperti denda karena qishosh, pembunuhan atau luka dan lain-lain,-pent.)”. (Zadul Ma’ad 1/160)
Tetapi ada beberapa perkara dimana kesaksian seorang perempuan tidak diterima, yaitu :
Pertama:Zina dan hal-hal yang mengharuskan hukumannya. Pada masalah ini, tidak dapat diterima kesaksian kecuali kesaksiannya empat orang laki-laki merdeka (bukan budak,–pent.), maka kesaksian perempuan tidak diterima dalam masalah ini.
Kedua:Qishsosh (hukuman sebagai balasan atas pembunuhan atau pemukulan misalnya,-pent) dan al-hudud (hukuman potong tangan terhadap pencuri, cambuk atau rajam terhadap pezina misalnya,-pent.), maka tidak diterima padanya kecuali kesaksian dua orang laki-laki merdeka.
Ketiga:Bukan perkara harta benda dan juga tidak dimaksudkan untuk harta benda dan pada kebanyakan kondisinya ini merupakan perkara yang dijumpai oleh para laki-laki, selain dari al-hudud dan al-qishosh seperti ath-tholaq (cerai), an-nasab, al-wala` (perwalian), al-wakalah (perwakilan) pada selain harta benda dan dalam memberikan wasiat padanya serta hal-hal yang menyerupainya. Maka dalam hal-hal ini tidaklah diterima padanya kecuali (kesaksian) dua orang laki-laki dan tidak diterima padanya kesaksian perempuan. Jika seorang laki-laki dan dua orang perempuan bersaksi atas pembunuhan yang disengaja maka tidak akan ditetapkan qishosh (pembunuhan balasan,–pent.) dan tidak pula diyat (denda atas pembunuhan tersebut,–pent.)
Ada beberapa perkara yang padanya diteriman kesaksian seorang laki-laki bersama dua orang perempuan, seperti jual beli, pinjam meminjam (utang piutang), gadai dan wasiat. Demikian pula dalam hak memilih dalam jual beli (untuk membatalkan atau saling menerima transaksi,–pent.) dan batas waktu hak pilihan tersebut, sewa menyewa, persekutuan (usaha,-pent.), rekomendasi, pengiriman, perampasan dan perjanjian damai. (Al-Muqni’ dan Syarahnya 3/706-708)
Pada perkara-perkara yang dikhususkan untuk kesaksian para laki-laki, maka tidak diterima padanya kesaksian puluhan perempuan. Demikian pula halnya perkara-perkara yang padanya diterima kesaksian para laki-laki bersama perempuan, maka tidak akan diterima padanya kesaksian perempuan jika mereka (perempuan) bersendirian tanpa adanya laki-laki meskipun jumlah mereka (para perempuan) itu banyak.
Pada hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh laki-laki seperti aib-aibnya para perempuan yang berada di balik pakaiannya, penyusuan, Istihlal (balighnya), kegadisan, janda (tidak gadis lagi) dan haid, maka pada hal-hal ini kesaksian seorang perempuan diterima. Dalam riwayat Imam Ahmad : Tidak diterima kesaksiannya kurang dari dua orang perempuan (dalam perkara-perkara tersebut di atas,–pent.) (Al-Muqni’ dan Syarahnya).
Berkata Abu Bakar yang dikenal dengan nama Ibnul ‘Araby rahimahullah dalam tafsir firman (Allah) Ta’ala :
وَاسْتَشْهِدُواْ شَهِيدَيْنِ من رِّجَالِكُمْ فَإِن لَّمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan.” (QS. Al-Baqarah : 282)
(Katanya :) “Allah Ta’ala telah mengutamakan laki-laki atas perempuan pada enam aspek :
Yang pertama : Bahwa laki-laki dijadikan asal/pokok sementara perempuan dijadikan cabangnya, sebab perempuan diciptakan dari laki-laki sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah di dalam kitab-Nya[4].
Kedua : Bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok. Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلْعٍ أَعْوَجَ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهَا كَسَرْتَهَا وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا عَلَى عِوَجٍ ، وَقَالَ : وَكَسْرُهَا طَلَاقُهَا
“Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk (laki-laki) yang bengkok, jika engkau pergi meluruskannya, engkau akan memetahkannya, dan jika engkau bersenang-senang dengannya, engkau akan bersenang-senang dengannya dan dia dalam keadaan bengkok”, beliau bersabda : “Dan mematahkannya artinya menceraikannya”.”
Ketiga: Bahwa perempuan itu kurang diennya (agamanya). bersambung …..
Catatan Kaki:
[1] Bahkan dia adalah pemuliaan bagi laki-laki sekaligus pembebasan baginya untuk menjaga dan demi kemaslahatan wanita.
[2] Al-Hurul ‘In artinya yang menyenangkan/menyejukkan mata yang memandangnya, yang mana ini dipakai untuk wanita-wanita yang disediakan oleh Allah Ta’ala sebagai sebagai ganjaran/balasan bagi laki-laki yang beriman (pen.).
[3] Khawalif artinya orang-orang yang alfa dan tidak ikut perang karena suatu alasan,-pent.
[4] Al-Qur`an surah An-Nisa` : 1,-pent.
http://www.an-nashihah.com/?page=artikel-detail&topik=&artikel=13
0 komentar:
Post a Comment